Mengapa Menantu Perempuan Sering Tidak Disukai Mertua Perempuan?
Beberapa lalu saya bertemu dengan seorang rekan lama lewat FB, rekan kuliah yang telah kuanggap untuk saudara, rekan yang seringkali share waktu keduanya sama kehabisan uang belanja. Teman sekamar, teman waktu perjalanan pulang ke kampung halaman sebab bertepatan kotanya tetap kulewati waktu saya pulang. lihat photo fotonya di FB, saya berasa ada suatu hal yang mengganggu pemikirannya. Entahlah saya jadi ingat waktu ia tiba pada syukuran pernikahanku, yang cuman berbeda tiga bulan, dari umur pernikahannya. Waktu itu saya berasa mukanya tidak bahagia, senyumnya seperti orang tertekan, bukan senyum ceria seorang pengantin baru. Tetapi buru buru kutepis pemikiran burukku, sebab saya tahu suaminya ialah orang yang bagus, saya mengenalinya sebab kami dahulu satu universitas. Tetapi entahlah saya demikian kenal temanku ini, disudut hati kecilku saya berasa ada yang tidak beres. lantas waktu kami berjumpa diFB rupanya sangkaanku betul.
Semula kulihat posisi FBnya yang melankolis, waktu saya kirim komentar, ia lantas kirim pesan Inbox, mengenai perasaannya, mengenai bagaimana tertekannya ia waktu harus satu rumah dengan mertuanya, serta waktu kutelpon, ia menangis sesunggukkan, ia katakan baru kali pertamanya ia dapat bercerita semuanya pada seseorang, sejauh ini ia memendamnya sendiri, narasi pada orangtua mustahil ia kerjakan, ke tetangga ia percaya bukan jalan keluar yang ia bisa. Sesaat temanku murni seorang Ibu Rumah tangga, jadi tidak punyai rekan sekantor yang dapat ia curhatin. Waktu ia menceritakan tidak sadar airmataku turut menitik, saya benar-benar pahami dengan perasaannya. Menikah dengan anak lelaki kecintaan yang paling menurut sama orang tuanya, serta harus tinggal serumah dengan mertua yang tuturnya benar-benar kikir dengan pujian kebalikannya royal dengan kecaman. Membuat ia harus seringkali menangis diam diam. Saat itu saya cuman diam dengarkan, sesudah usai saya katakan " Saya tahu kamu orang baik Ndri dari dahulu, serta sampai saat ini kamu masih baik, saya respek kamu tidak menceritakan dengan orang tua, sebab kadang permasalahan rumah tangga jika kita menceritakan, orangtua akan turut sakit, serta waktu rumah tangga kita telah baik baik saja, terkadang cedera orangtua kita belum juga pulih". Waktu saya katakan demikian tangisnya semakin kencang " kalau tidak ada anak kemungkinan saya telah keluar disana". Demikian tuturnya. hem...itu luar biasanya seorang Ibu, yang dapat memikul pahitnya hidup untuk anaknya. " Jika bukan saya, tidak akan ada yang tahan dengan mulut tajamnya Ibu" Saya menyetujui, berupaya membesarkan hatinya " kembali lagi kubilang mangkanya Allah memilihkannya jodoh suamimu denganmu, sebab Allah tahu kemampuanmu , coba pikirkan jika jodohnya ialah saya, waduw dapat perang dunia ke-3" hiburku, ia ketawa ngakak ditengah-tengah isak tangisnya. Saya lega minimal ia dapat ketawa. temenku ini orang yang sabar serta baik hati, anak sedikit omong seperti saya, waktu kuliah dulupun seringkali ia mengalah banyak padaku, misalnya saya orang yang sangat malas setrika, waktu injured time ingin pergi kuliah umumnya saya baru kalang kabut ingin menyeterika, sesaat ia telah cemberut menungguiku dengan rapi, pada akhirnya untuk memburu waktu saya dimintanya mandi, sesaat ia dengan suka-rela menyeterika bajuku.he..he..he..jadi dapat dipikirkan bagusnya temenku.
MEMILIH SITUS SABUNG AYAM YANG PUNYA KELAS " Semua dimatanya salah, beberapa hal remeh diurusin semua, serta saya pulang kerumah orang tuakupun dipersoalkan, intinya repot sekali, tetanggapun memandang kami ini keluarga aneh" Hem ada faktor tetangga ternyata. " semua kuncinya di suamimu sebetulnya" kataku. ia kepala rumah tangga. telah selayaknya ia dapat berlaku arif,disatu bagian wanita itu ialah Ibunya, seorang yang kita mengatakan "ssst...heh...saja dilarang" serta distu bagian yang lain ada istrinya. Kita ketahui seorang lelaki saat menikah tanggung jawabnya pada Ibunya tidak putus, ditambah lagi jika ibunya janda, tidak sama dengan istri dimana waktu menikah, tanggung jawabnya langsung berubah ke suaminya. " suamimu harus dapat tegas, meskipun kalian tinggal serumah harus ada batasan batas mana kepentingan yang Ibunya tidak memiliki hak ikut serta, tetapi tidak ada kelirunya menasehati jika kita meminta, serta tentu saja kita mengharap saran yang tidak berpihak" kataku. Menurut temanku itu permasalahannya , suaminya cuman dapat nggah nggih saja, sampai ia geregetan. lantas saya katakan kenapa tidak mengontrak saja, jika memang sepakat itu sulit " pepatah orang jika deket berbau (maaf) tahi, tetapi jika jauh berbau wangi. Ia katakan telah minta sama suaminya, permasalahannya mereka tidak diizinkan jika keluar rumah itu untuk mengontrak terkecuali rumah sendiri. Hem....lumrah, sebagian besar orangtua memikir demikian. Ngapain sulit susah ngontrak jika rumah sendiri banyak kamar kosong, berlebihan, mending uangnya disatukan agar rumah cepat kebeli. Permasalahannya ialah jadi mudzorot jika dengan tinggal bersama-sama malah menyebabkan kedengkian. Hem sulit . lantas saya katakan "anakmu telah besar, tidak inginkah diri kamu kerja, tujuannya berkreasi, mencari aktivitas agar tidak setiap saat bertatap muka ama mertua (penuntasan Instant..he..he..he..). ya tetapi ia bingung apakah yang perlu ia lakukan. Walah rupanya kupernya tidak ilang ilang. "coba bicarakan baik baik ma suami, mengeluarkan semua unek unekmu, kalian harus sehati dahulu.". Ia tau-tau kembali lagi tergugu,, tuturnya ia tidak kemungkinan menceritakan semua perlakuan ibunya waktu suaminya kerja, yang ada suaminya lebih pemikiran , ujung ujungnya asmanya kambuh, walah lengkaplah penderitaanya. Lantas saya katakan bila semua peluang itu tidak ada berdamailah dengan hati, jadi diri kita saja, jika kita betul jangan takut mengungkapkannya, jika perlu bicara dari dalam hati ke hati sama Ibu mertua, yang pasti teteplah melakukan perbuatan baik, bagaimana juga orangtua ialah orangtua, orang yang harus selalu kita hormati apa saja situasinya. kalaulah harus memperingatkan harus secara baik.Waktu kelak yang akan bicara, waktu juga yang akan menyadarkan Ibumu jika diri kamu ialah memang menantu yang bagus, semua perlu proses.
Lantas saya ingat seorang temenku menikah dengan keluarga yang dengan cara tradisi benar-benar tidak sama, dua buah suku yang sama-sama bertentangan, masalahnya hampir serupa, memiliki masalah sama mertua wanita. Perbedaannya temenku ini adatnya keras, serta menurutku anaknya condong jutek, kemungkinan memang stylenya demikian. Perseteruannya merambat ke kakak iparnya. Di FB setiap waktu setiap saat didalamnya ialah cacian pada kakak iparnya. Saya sempat kirim mesage sama ia tidak etis bawa permasalahannya keruang publik, bukan jalan keluar yang didapak justru nambah permasalahan, orang malah akan memandang buruk kita.Tetapi tidak mempan, kulihat posisinya masih sama sampai saat ini. Ujung ujungnya ialah permasalahan uang. hem lelah deh....
Lantas atasanku sempat menceritakan bagaimana ia sempat mengultimatum suaminya untuk turunkan pajangan pajangan di dalam rumah barunya yang terpasang Ibu mertua tanpa ada sepakat dengan mereka. Waktu bangun tidur..jreng...atasanku kaget waktu dindingnya sudah sarat dengan pajangan. Ia geram, lantas keluarlah peringatan itu, walau sebenarnya si mertua belum pulang. Walah...menurutku ini begitu ekstrim. Ia sempat juga katakan begitu kesalnya ia waktu tahu diam diam suaminya seringkali memberikan uang pada keluarganya tanpa ada memberitahunya. Menurut dia ia tidak keberatan suaminya memberikan uang berapa saja ke keluarganya jika memang arah jelas, permasalahannya mengapa perlu sembunyi sembunyi. Dengan cara bergurau saya menyikapi, jika demikian apa perbedaannya, memberitahukan apa tidak, jika memang ia tidak keberatan. Bukanlah ia tidak dirugikan? Enak saja, minimal hargainya dong istrinya. Hem ada betulnya,.tetapi kok jadi ragu jika memang ia tidak keberatan, kenapa suaminya harus sembunyi sembunyi. Hi..hi..hi..kelihatannya atasanku tidak bisa dipercaya.
Lantas saya ingat kakak iparku yang tinggal sama Ibuku dikampung, hem saya seringkali bergurau, Ibuku tidak adil, anaknya justru jarang-jarang diberi ini itu, sama kakak iparku apa apa justru diberi. Cocok Ibuku sakitpun bertambah suka dirawat kakak iparku dibanding anak anaknya. he..he..he..payah ya anak anaknya.
Saya sendiri, bagaimana hubunganku ama mertua? saya sempat di titik terendah, saya sempat membenci mertuaku, saya pernah merasakan perselisihan hebat yang menyertakan adek iparku yang selanjutnya merambat ke Ibu mertua. Saya sempat dipandang istri kurang ajar karena hanya suami seringkali buat minum sendiri, saya sempat dipisuh pisuh mertua sebab lihat suamiku membersihkan pakaian, sesaat saya tidur sama anakku (mertua tidak paham jika kami habis pergi yang cukup jauh, jadi saya kelelahan sekali). Saya sempat bicara keras sama mertua mengenai bagaimana persetujuan kami dalam memiliki keluarga. Saya sempat nekad bawa pulang anaku ke rumah orang tuaku waktu saya geram sama mertua sebab ketajaman lidahnya. Di sini mertuaku shock sekali tidak menduga kenekatanku. Serta mulai berhati hati dalam kata tuturnya. tetapi masih saja seperti api dalam sekam, sebab akar masalahnya tidak ditarik. Orang tuaku tidak tahu, saya alasannya anaku tidak ada yang momong sebab sang mbak pulang kampung.lantas saya mulai memikir alangkah capeknya hidup penuh kekisruhan ditambah dengan orangtua. Saya ingat saran kakakku, hidup kita ini akan sulit jika Ridho orangtua tidak didapatkan. Apa saja jangan sampai menyakiti orangtua. Bicara baik baik, ya terkadang emosi kita masih senang tinggi ditambah lagi jika berasa kita betul, berasa kita tersiksa. lantas kita berasa memiliki hak menhakimi orangtua. Lantas saya mulai membenahi hidupku kembali lagi, sebab konflik ini benar-benar tidak membuatku bahagia. Saya ajak duduk mertuaku, bicara baik baik apa kemauanku serta kemauan ia, minta ridhonya, sekaligus juga mohon maaf jika dahulu sempat bicara keras. ya Cedera itu masih berbekas tentunya, itu yang terkadang saya sesalkan, tetapi sekalian berlalunya waktu, saya berupaya memperlihatkan loyalitas, jika niatku baik, jika saya tidak akan ambil anak laki lakinya demikian saja. Jika saya ingin diperlakukan sama juga dengan anak kandungnya. jalinan dengan adek ipar lebih baik sesudah ia menikah, ia mulai pahami rasa-rasanya punyai mertua. He..he..he..serta saat ini saya dapat berkreasi di luar dengan tenang sebab anakku ada yang mengawasinya, ya mertuaku, meskipun ada Sang Mbak, tetapi saya bertambah merasakan aman waktu ada mertuaku turut memantau.
Itu kenapa saya dapat memberikan input ke temanku, untuk bersabar, dan juga tegas, jadi diri kita, yang perlu berikan pada kita selalu untuk menghargai orangtua apa saja situasinya. jangan sampai terhasut perkataan tetangga. Jangan banyak merintih ke beberapa orang, sebab ujung ujungnya permasalahan kita dapat jadi bahan gunjingan. Paling komentarnya, sama saja sich menantu ama mertuanya. he..he..he... serta yang tentu kuncinya ialah pada suami kita dapat tidak ia berlaku semestinya Imam buat kita. Serta untuk anak yang berbakti pada orangtua.
Telah jamak jika mertua wanita itu condong rewel....sampai ada pernyataan jika kita makan sambel ama ikan asin karena sangat enaknya, mertua lewatpun tidak terlihat..ha..ha..ha. Atau saya sempat menanyakan ama tetanggaku nama tipe tanaman yang ia tanam dimuka mertuaku , eh tetanggaku katakan " ini namanya Lidah Mertua" Waaaks...!mentang mentang memiliki bentuk runcing runcing. He..he..he...pelajaran yang kita petik, kelak jika jadi mertua kita nih yang wanita jangan pada rewel ya, inget tidak nikmatnya jadi menantu yang direwelin mertua...ha..ha..ha....(tetapi melihat lihat menantunya sich....).